Paham liberalisme yang ada di kawasan Eropa sudah menyebar dan masuk ke kawasan Indonesia. Masuk dan menyebarnya paham liberalisme di kawasan Indonesia ini, dibawa oleh bangsa barat yang berdatangan ke Indonesia. Perlu diketahui, bahwa masuknya paham liberalisme ke Indonesia seiring dengan kolonialisme yang dilakukan oleh bangsa Belanda. Hal yang demikian sudah menjadi suatu hal yang biasa, dikarenakan bangsa Belanda merupakan bangsa yang menganut paham liberal. Menyebarnya paham Liberalisme yang dilakukan oleh bangsa Belanda seiring dengan semangat bangsa Belanda, yaitu Gold, Glory dan Gospel.
Masuknya paham Liberalisme di Indonesia, dimulai pada zaman penjajahan Belanda. Tepatnya, saat Belanda mengeluarkan Undang Undamg Agraria tahun 1870. Alasan Pemerintah Belanda mengeluarkan Undang Undang Agraria tersebut ialah untuk mengakhiri kegiatan Tanam Paksa atau yang lebih dikenal dengan nama Culturstelsel. Yang sebelumnya pelaksanaan Tanam Paksa tersebut untuk mengisi ekonomi negara Belanda yang kosong serta telah menyengsarakan rakyat Indonesia. Dari UU tersebut, maka kebebasan serta keamanan para pengusaha pun semakin terjamin dalam memperoleh tanah. Serta, mengatur perpindahan perusahaan-perusahaan gula ke tangan swasta.
Kemungkinan pemerintah Belanda, terinspirasi dari adanya revolusi Perancis tahun 1848, atau karena adanya kemenangan partai liberal dalam parlemen Belanda yang mendesak pemerintah Belanda untuk menerapkan sistem ekoomi liberal di negeri jajahannya terutama di Indonesia. Oleh karena itu ide ide liberalisme semakin meluas. Jadi, bagi orang orang Indonesia, tanah sudah kembali ke tangan mereka atau sudah menjadi hak milik mereka. Hal ini sesuai dengan tujuan UU Agraria, yaitu untuk melindungi petani petani Indonesia terhadap orang orang asing. Akan tetapi bagi para pengusaha asing diperbolehkan menyewanya dari pemerintah sampai selama 75 tahun. Jadi sejak di keluarkannya UU tersebut, maka industri industri perkebunan Eropa mulai masuk ke Indonesia.
Hal tersebut sama seperti yang dituliskan pada artikel Sistem Ekonomi Liberal Pada Masa Kolonial, bahwa Liberalisme ini membawa ajaran pada bidang ekonomi bahwa dikehendaki pelaksanaan usaha usaha Bebas dan pembebasan kegiatan ekonomi dari campur tangan negara. Menurut Rickles, dalam bukunya Sejarah Indonesia Modern periode tahun 1870–1900 atau juga disebut dengan periode liberal adalah jaman saat semakin hebatnya eksploitasi terhadap sumber sumber pertanian Jawa maupun di luar Jawa. (1998: 190). Ternyata dibalik dari periode liberal ini, bagi masyarakat penduduk pribumi Jawa merupakan suatu masa penderitaan yang semakin berat. Karena menurut penduduk Jawa, sistem perekonomian liberal ini hanya menguntungkan pihak swasta Belanda maupun para kolonial. Serta membuat di negeri Belanda sendiri menjadi pusat perdagangan.
Walaupun dibalik itu semua, dengan dibebaskan kehidupan ekonomi dari segala campur tangan pemerintah serta pengahpusan adanya unsur paksaan dari kehidupan ekonomi, hal tersebut akan mendorong perkembangan ekonomi Hindia Belanda. Periode liberal ini, mengakibatkan penerobosan dalam bidang ekonomi, perlahan lahan masuk ke masyarakat Indonesia. terutama di Jawa, banyak penduduk pribumi Jawa yang mulai menawarkan tanah tanah mereka kepada pihak swasta Belanda untuk dijadikan perkebunan perkebunan besar. Akan tetapi perkebunan perkebunan milik pengusaha asing atau partikelir seperti teh, kopi, kina, karet atau yang lainnya hanya berlangsung sampai tahun 1870–1885. Hal ini dikarenakan, jatuhnya harga harga gula dan kopi di pasaran dunia. Akibat dari hal tersebut, maka terjadi adanya reorganisasi pada kehidupan ekonomi Hindia Belanda. Serta mayoritas perkebunan perkebunan besar menjadi milik perseroan terbatas. Akhirnya sekitar pada abad 19, sistem perekonomian yang pada mulanya dibentuk dari sistem liberalisme, maka digantikan oleh sistem ekonomi terpimpin.
Selain paham tersebut dibuktikan dengan adanya Undang Undang Agraria. Pemerintah Belanda juga memberi kebebasan dalam beragama. Maksud dari kebebasan beragama ini adalah kebebasan masyarakat Indonesia untuk memilih agama yang hendak dianutnya. Hal tersebut sudah dibuatkan dan dimaksudkan dalam Undang Undang Dasar Belanda tahun 1855 ayat 119 yang menyatakan bahwa pemerintah bersikap netral terhadap agama, artinya tidak akan memihak salah satu agama atau mencampuri urusan agama.
Masuknya paham liberalisme juga melalui bidang pendidikan yang dijalankan oleh pemerintah kolonial Belanda melalui politik etis. Akan tetapi,pada dasarnya politik etis yang dilaksaakan oleh kolonial Belanda tersebut lebih condong menguntungkan para pemilik modal atau pengusaha Belanda sendiri. Dikutip dari Marwati Djoened Poesponegoro (2008 :22) yang berbunyi “Politik liberal mementingkan prinsip kebebasan terutama untuk memeberi kesempatan bagi pengusaha memakai tanah rakyat dan segala peraturan dibuat untuk melindungi para pengusaha Belanda sendiri, antara lain dalam soal memiliki atau meyewa tanah, undang-undang perburuhan, dan undang-undang pertambangan”. Pemerintah Belanda pada saat itu, mulai mendirikan Hoofdenscholen yang didirikan pada tahun 1893. Mayoritas sekolah sekola yang didirikan lebih bersifat kejuruan dengan mata pelajaran pada bidang hukum, tata buku, pengukuran tanah dan lain lain.
Sejak awal tahun 1970-an, bersamaan dengan munculnya Orde Baru yang memberikan tantangan tersendiri bagi umat Islam, beberapa cendekiawan Muslim mencoba memberikan respon terhadap situasi yang dinilai tidak memberi kebebasan berpikir. Kelompok inilah yang kemudian memunculkan ide-ide tentang "Pembaharuan Pemikiran Islam". Kelompok ini mencoba menafsirkan Islam tidak hanya secara tekstual tetapi justru lebih ke penafsiran kontekstual. Mereka dapat digolongkan sebagai Islam liberal dalam arti menolak taklid, menganjurkan ijtihad, serta menolak otoritas bahwa hanya individu atau kelompok tertentu yang berhak menafsirkan ajaran Islam.
Seiring berjalannya waktu, lambat-laun Indonesia menetapkan untuk menjadi negara demokrasi yang menjujung liberalisme. Akan tetapi demokrasi yang berkontradiksi dengan liberalisme, pada prakteknya malah dapat dilihat di Indonesia. Indonesia yang menganut sistem demokrasi liberal memperlihatkan ketimpangan sosial politik dalam masyarakatnya. Hak-hak kepemilikan individu yang sangat ditekankan dalam liberalisme sangat terlihat di Indonesia terutama dalam bidang ekonomi yang pada akhirnya berdampak pada bidang lainnya, termasuk politik. Kepemilikan individu terhadap sumber-sumber ekonomi dan politik dengan nyata dan jelas dapat kita lihat terjadi di Indonesia. Hanya segelintir "minoritas" lah memiliki akses terhadap kepemilikan sumber-sumber ekonomi dan politik tersebut sehingga dapat dikatakan bahwa hanya "minoritas" lah yang dapat menikmati kebebasan di Indonesia. "Minoritas", mereka yang miliki modal, mereka yang dapat menikmati kebebasan. Termasuk kebebasan untuk dapat menjalankan demokrasi. Ketimpangan sosial atau disparitas yang tinggi dalam bidang ekonomi dan politik dapat menunjukkan hal tersebut. Kemiskinan yang terjadi pada "mayoritas" masyarakat Indonesia didukung /diperparah pula dengan masih berlakunya demokrasi prosedural di Indonesia.
Politik yang dikuasai "minoritas" tersebutlah yang dikuatkan oleh demokrasi prosedural yang sangat liberalistik di Indonesia. Kita dapat melihat bahwa partisipasi rakyat, dalam politik sebagai bagian penting dalam demokrasi, hanya terjadi secara periodik di Indonesia, hanya dalam pemilihan umum, yang (bahkan) secara prosedural pun masih belum dikatakan baik. Partisipasi politik yang aktif pun pada akhirnya (lagi-lagi) hanya dapat dijalankan secara terpisah & saling ketergantungan oleh yang "minoritas" tadi. Hal tersebut dapat kita lihat pada partai-partai politik yang ada di Indonesia. Dimana keberadaan dan daya tahan partai-partai tersebut sangat ditentukan oleh keberadaan dan daya tahan modal (dalam artian ekonomi) yang tentunya hanya dimiliki "minoritas" tersebut sehingga partai-partai politik yang ada saat ini pun dapat dilihat hanya mengadepankan kepentingan segelintir "minoritas" yang berkepentingan dalam partai dan mengabaikan "mayoritas" (kecuali menjelang pemilu karena bagaimanapun "mayoritas" lah lumbung suara mereka).
PBB, bank Dunia dan IMF jugamempopulerkan konsep good government sebagai kriteria Negara-negara yang baik dan berhasil dalam pembangunan. Konsep CG menjadi semacam kriteria untuk memperoleh bantuan optimal (hibah/hutang).
Dari standar inilah, Indonesia melakukan reformasi dan penataan ulang struktur pemerintahan, kebijakan public, system politik (desentralisasi/otonomi daerah) serta partai politik yang multi partai. Indonesia yang semula meganut system kesatuan, pelan-pelan mempraktikkan system yang mirip federasi, otonomi daerah. Kepala daerah menjadi raja-raja kecil didaerahnya. Hubungan dengan kekuasaan pusat seolah hanya sekedar hubungan administrative. Otda ini merupakan salah satu strategi untuk mengokohkan hegemoni system sekuler-kapitalisme melalui upaya demokratisasi. Pemerintah daerah dengan mudah menjalin kerjasama internasional dengan asing untuk mengangkut SDA secara legal, tanpa ijin pemerintah pusat.
Pemerintah juga membentuk lembaga audit public independen seperti KPK, komnas HAM, Komnas perempuan, komisi pemilihan umum dsb yang fungsinya mengkontrol pelanggaran HAM. Komisi-komisi tersebut kadang memiliki fungsi semi legislative, regulative, semi yudikatif. Seluruh struktur baru ini sebenarnya malah membatasi peran pemerintah sebagai regulator/wasit saja. Pemilu yang diikuti oleh banyak partai politik ternyata juga tak mampu melahirkan kestabilan politik, sehingga sampai-sampai presiden, wakil presiden dan seluruh kepala daerah harus dipilih langsung oleh rakyat
UUD 1945 hasil amandemen telah membuka kran seluas-seluasnya bagi masuknya investor asing,yang kemudian dituangkan dalam UU migas, UU kelistrikan, UU SDA, UU Penanaman modal. Liberalisasi ini merupakan wujud atas kesepakatan pemerintah dengan IMF, yang kemudian atas anjuran IMF, pemerintah harus melakukan penghentian subsidi harga, pemotongan pengeluaran pemerintah, dan dibukanya berbagai penggalang bagi investor asing. Dampak liberalisasi ekonomi yang paling terasa bagi rakyat adalah kenaikan harga BBM.Berdasarkan UU Migas No 22 tahun 2001, harga BBM disesuaikan dengan harga pasar BBM dunia. Walhasil pelan-pelan pemerintah mencabut subsidi BBM.
Selain itu beberapa contoh lain kasus-kasus dampakliberalisasi yang bisa kita lihat adalah adanya Perampokan besar-besaran Bank Sentral,Ini sesungguhnya adalah skandal keuangan Bank Sentral terbesar di dunia. Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, adalah skema program bail-out (penalangan) utang perbankan (swasta dan pemerintah) untuk dialihkan menjadi beban pemerintah lewat penerbitan obligasi. Ini adalah bagian dari program pemulihan krisis ekonomi Indonesia yang dipaksakan oleh IMF lewat LoI, bersama-sama dengan Bank Dunia dan ADB. Semula BLBI bernama KLBI yang bersifat “Kredit” kini diganti menjadi bersifat “Bantuan”, sehingga tidak jelas lagi aspekpertanggungjawabannya. BLBI secara jelasnya adalah bantuan dana yang diberikanoleh BI kepada bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas, jadi merupakan utang bank-bank penerima kepada BI. Akan tetapi melalui program penjaminan pemerintah, hak tagih BI dialihkan kepada pemerintah. Untuk membayar hak tagih tersebut, pemerintah menerbitkan Surat Utang (Obligasi) dan juga menerbitkan Surat Utang untuk penyediaan dana dalam rangka program penjaminan yang nilainya mencapai trilyunan rupiah
Adanya penghancuran ketahanan pangan, lewat program LoI juga, IMF menuntut diberlakukannya tarif impor beras sebesar 0%. Selain itu LoI juga mengatur agar BULOG tidak lagi menguruskestabilan harga pangan dan agar melepaskannya ke mekanisme pasar. BULOG dibatasi menjadi sebatas perdagangan beras, itupun harus bersaing dengan pedagang swasta. Demikian pula BULOG harus mengambil pinjaman dari bank komersial, tidak lagi dari dana BLBI yang sangat ringan. Liberalisasi juga telah diberlakukan dalam hal harga pupuk dan sarana produksi padi lainnya yang tidak lagi disubsidi pemerintah, melainkan diserahkan pada mekanisme pasar. Sementara itu subsidi petani lewat KUT (kredit usaha tani) hanya sebesar 0,04% dibandingkan dengan dana BLBI). Dengan demikian kini petani menghadapi harga produksi yang mahal, sementara harga jual padi hancur. Liberalisasi pertanian sebenarnya juga bagian dari ratifikasi Indonesia atas Agreement on Agriculture (AOA) dari WTO, yang mengatur penghapusan dan pengurangan tarif serta pengurangan subsidi.
Sejak itu masuklah secara besar-besaran impor beras dari luar dengan harga lebih murah dari beras hasil petani lokal. BULOG dan pihak swasta kini berlomba untuk mendatangkan beras dari mancanegara. HKTI mencatat bahwa hingga akhir Desember 2010, beras impor yang masuk ke Indonesia mencapai 13,8 juta ton, 8 juta tondiantaranya sudah masuk pasar. Padahal produksi beras dalam negeri sekitar 32 juta ton, sementara kebutuhan nasional diperkirakan mencapai 34 juta ton sehingga sebenarnya Indonesia hanya membutuhkan impor 2 juta ton. Karena jeritan para petani dan kritik yang berdatangan, akhirnya bea masuk impor dinaikkan menjadi 30%, tetapi hal ini tidak menyurutkan para importer untuk terus melakukan impor beras. Inilah awal dimulainya tragedi kehancuran ketahanan pangan Indonesia, petani pedesaan mengalami kebangkrutan dan akan menyebabkan kerawanan ekonomi masyarakat pedesaan yang tak terkira.
Pada bidang keagamaan, upaya pembebasan diri dari agama dan doktrin-doktrinnya melalui liberalisasi pemikiran sangat mengancam agama-agama di dunia. Kemunculan kaum liberal di Barat sebenarnya tidak lepas dari problematika Kristen yang menjadi agama terbesar di Barat. Problematika Kristen yang menjadi sebab munculnya liberalisasi pemikiran keagamaan adalah: (1) problema sejarah Kristen yang penuh dengan konflik, (2) problema teks Bibel yang penuh dengan kontradiktif dan (3) problema teologi Kristen yang tidak jelas dan tidak rasional.(Afif Hasan, 2008:54)
Islam dijadikan sasaran utama oleh kaum missionaris-orientalis dengan berbagai macam cara. Salah satunya adalah seruan kritik terhadap al-Qur’an. Seruan untuk mengkritik teks al-Qur’an oleh missionaris-orientalis ini dilatarbelakangi oleh kekecewaan orang Kristen dan Yahudi terhadap kitab suci mereka dan disebabkan oleh kecemburuan mereka terhadap umat Islam dan kitab suci al-Qur’an.(Syamsuddin Arif, Jurnal Al-Insan, vol I, No. 1, Januari 2005)
Apalagi jika ditilik dari konsep pokoknya, pemikiran liberalisme sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Kebebasan mutlak ala liberalisme adalah kebebasan yang mencederai akidah Islam, ajaran paling pokok dalam agama ini. Liberalisme mengajarkan kebebasan menuruti semua keinginan manusia, sementara Islam mengajarkan untuk menahannya agar tidak keluar dari ketundukan kepada Allah. Hakikat kebebasan dalam ajaran Islam adalah, bahwa Islam membebaskan manusia dari penghambaan kepada sesama makhluk, kepada penghambaan kepada Rabb makhluk.
Begitu pun dengan otoritas akal sebagai sumber nilai dan kebenaran dalam ‘ajaran’ liberalisme. Sumber kebenaran dalam Islam adalah wahyu, bukan akal manusia yang terbatas dalam mengetahui kebenaran. Dengan demikian, menerima liberalisme berarti menolak Islam, dan tunduk kepada Islam berkonsekwensi menanggalkan faham liberal.
Praktek-praktek demokrasi liberal yang terjadi di Indonesia telah menunjukkan sebuah potret yang jelas mengenai konflik atau pertentangan yang terjadi dalam demokrasi dan liberalisme. Dimana terjadi ketimpangan yang jelas bahwa kepemilikan individu terhadap sumber-sumber ekonomi dan politik lah yang menentukan demokrasi di Indonesia. Segelintir "minoritas", mereka yang miliki modal, yang memiliki akses terhadap kepemilikan sumber-sumber ekonomi dan politik-lah yang dapat menikmati kebebasan. Termasuk kebebasan untuk dapat menjalankan demokrasi.
Akhirnya kita bisa melihat bahwa proyek liberalisasi di segala bidang ini tidak lepas dari upaya penjajahan barat dinegeri-negeri muslim. Mereka menciptakan situasi yang kondusif agar mereka bisa denagn leluasa mengeruk SDA Indonesia tanpa ada hambatan, selain itu Amerika dan Barat berusaha mencegah islam politik tampil ke permukaan sebagai jati diri islam yang sebenarnya. Hal ini dilakukan karena barat mengetahui bahwa idiologi kapitalisme, termasuk liberalism tidak mendapatkan perlawanan selain dari dunia islam. Mereka sadar bahwa umat islam memiliki sebuah idiologi yang akan menjadi ancaman laten walaupun pada saat ini umat islam tidak memiliki sebuah Negara dan seorang pemimpin yang memimpin. Karena itulah barat/amerika bekerja siang malam untuk menyebarkan idiologi yang merusak itu kepada dunia islam termasuk Indonesia melalui berbagai cara, termasuk lewat media massa dan para penguasa kaki tangan mereka
Kebebasan dalam liberalisme ini sendiri memunculkan potensi bagi individu untuk begitu saja membuat peraturan yang akan memangsa manusia lain yang lemah, sesuaai pernyatan Thomas Hobbes yang menganggap manusia memiliki sifat egois dan licik yang berbahaya jika dibiarkan terus-menrus. Dalam keadaan alamiah dan bebas , manusia adalah serigala bagi manusia lainnya. Sedangkan menurut Montesquieu, kemerdekaan mutlak individu memungkinkan untuk mengancam kebebasn individu lain, sehingga perlu pembatasan seperti lewat hukum dan uandang-undang.
Nilai-nilai kebebasan bagaimanapun harus dibatasi, sehingga kebebasan tersebut tidak bersinggungan dengan hak-hak yang dimiliki orang lain sehingga tercipta suatu kerukunan dan keadilan. Selain itu liberalisme juga memiliki kelemahan jika diterapkan di indonesia, yaitu masih banyaknya masyarakat miskin yang kurang perhatian. Sedang dalam liberalisme adalah mengutamakan kompetisi. Sehingga mereka dianggap miskin karena mereka malas. Sedangkan dalam UUD 45 tercantum salah satu tujuan negara yaitu mensejahterakan atau dengan kata lain membantu orang-orang terlantar dan tidak mampu untuk hidup berkecukupan dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Jadi, penerapan liberalisme pada dasarnya tidak cocok atau tidak ideal diterapkan di indonesia secara keseluruhan.
Masuknya paham Liberalisme di Indonesia, dimulai pada zaman penjajahan Belanda. Tepatnya, saat Belanda mengeluarkan Undang Undamg Agraria tahun 1870. Alasan Pemerintah Belanda mengeluarkan Undang Undang Agraria tersebut ialah untuk mengakhiri kegiatan Tanam Paksa atau yang lebih dikenal dengan nama Culturstelsel. Yang sebelumnya pelaksanaan Tanam Paksa tersebut untuk mengisi ekonomi negara Belanda yang kosong serta telah menyengsarakan rakyat Indonesia. Dari UU tersebut, maka kebebasan serta keamanan para pengusaha pun semakin terjamin dalam memperoleh tanah. Serta, mengatur perpindahan perusahaan-perusahaan gula ke tangan swasta.
Kemungkinan pemerintah Belanda, terinspirasi dari adanya revolusi Perancis tahun 1848, atau karena adanya kemenangan partai liberal dalam parlemen Belanda yang mendesak pemerintah Belanda untuk menerapkan sistem ekoomi liberal di negeri jajahannya terutama di Indonesia. Oleh karena itu ide ide liberalisme semakin meluas. Jadi, bagi orang orang Indonesia, tanah sudah kembali ke tangan mereka atau sudah menjadi hak milik mereka. Hal ini sesuai dengan tujuan UU Agraria, yaitu untuk melindungi petani petani Indonesia terhadap orang orang asing. Akan tetapi bagi para pengusaha asing diperbolehkan menyewanya dari pemerintah sampai selama 75 tahun. Jadi sejak di keluarkannya UU tersebut, maka industri industri perkebunan Eropa mulai masuk ke Indonesia.
Hal tersebut sama seperti yang dituliskan pada artikel Sistem Ekonomi Liberal Pada Masa Kolonial, bahwa Liberalisme ini membawa ajaran pada bidang ekonomi bahwa dikehendaki pelaksanaan usaha usaha Bebas dan pembebasan kegiatan ekonomi dari campur tangan negara. Menurut Rickles, dalam bukunya Sejarah Indonesia Modern periode tahun 1870–1900 atau juga disebut dengan periode liberal adalah jaman saat semakin hebatnya eksploitasi terhadap sumber sumber pertanian Jawa maupun di luar Jawa. (1998: 190). Ternyata dibalik dari periode liberal ini, bagi masyarakat penduduk pribumi Jawa merupakan suatu masa penderitaan yang semakin berat. Karena menurut penduduk Jawa, sistem perekonomian liberal ini hanya menguntungkan pihak swasta Belanda maupun para kolonial. Serta membuat di negeri Belanda sendiri menjadi pusat perdagangan.
Walaupun dibalik itu semua, dengan dibebaskan kehidupan ekonomi dari segala campur tangan pemerintah serta pengahpusan adanya unsur paksaan dari kehidupan ekonomi, hal tersebut akan mendorong perkembangan ekonomi Hindia Belanda. Periode liberal ini, mengakibatkan penerobosan dalam bidang ekonomi, perlahan lahan masuk ke masyarakat Indonesia. terutama di Jawa, banyak penduduk pribumi Jawa yang mulai menawarkan tanah tanah mereka kepada pihak swasta Belanda untuk dijadikan perkebunan perkebunan besar. Akan tetapi perkebunan perkebunan milik pengusaha asing atau partikelir seperti teh, kopi, kina, karet atau yang lainnya hanya berlangsung sampai tahun 1870–1885. Hal ini dikarenakan, jatuhnya harga harga gula dan kopi di pasaran dunia. Akibat dari hal tersebut, maka terjadi adanya reorganisasi pada kehidupan ekonomi Hindia Belanda. Serta mayoritas perkebunan perkebunan besar menjadi milik perseroan terbatas. Akhirnya sekitar pada abad 19, sistem perekonomian yang pada mulanya dibentuk dari sistem liberalisme, maka digantikan oleh sistem ekonomi terpimpin.
Selain paham tersebut dibuktikan dengan adanya Undang Undang Agraria. Pemerintah Belanda juga memberi kebebasan dalam beragama. Maksud dari kebebasan beragama ini adalah kebebasan masyarakat Indonesia untuk memilih agama yang hendak dianutnya. Hal tersebut sudah dibuatkan dan dimaksudkan dalam Undang Undang Dasar Belanda tahun 1855 ayat 119 yang menyatakan bahwa pemerintah bersikap netral terhadap agama, artinya tidak akan memihak salah satu agama atau mencampuri urusan agama.
Masuknya paham liberalisme juga melalui bidang pendidikan yang dijalankan oleh pemerintah kolonial Belanda melalui politik etis. Akan tetapi,pada dasarnya politik etis yang dilaksaakan oleh kolonial Belanda tersebut lebih condong menguntungkan para pemilik modal atau pengusaha Belanda sendiri. Dikutip dari Marwati Djoened Poesponegoro (2008 :22) yang berbunyi “Politik liberal mementingkan prinsip kebebasan terutama untuk memeberi kesempatan bagi pengusaha memakai tanah rakyat dan segala peraturan dibuat untuk melindungi para pengusaha Belanda sendiri, antara lain dalam soal memiliki atau meyewa tanah, undang-undang perburuhan, dan undang-undang pertambangan”. Pemerintah Belanda pada saat itu, mulai mendirikan Hoofdenscholen yang didirikan pada tahun 1893. Mayoritas sekolah sekola yang didirikan lebih bersifat kejuruan dengan mata pelajaran pada bidang hukum, tata buku, pengukuran tanah dan lain lain.
Sejak awal tahun 1970-an, bersamaan dengan munculnya Orde Baru yang memberikan tantangan tersendiri bagi umat Islam, beberapa cendekiawan Muslim mencoba memberikan respon terhadap situasi yang dinilai tidak memberi kebebasan berpikir. Kelompok inilah yang kemudian memunculkan ide-ide tentang "Pembaharuan Pemikiran Islam". Kelompok ini mencoba menafsirkan Islam tidak hanya secara tekstual tetapi justru lebih ke penafsiran kontekstual. Mereka dapat digolongkan sebagai Islam liberal dalam arti menolak taklid, menganjurkan ijtihad, serta menolak otoritas bahwa hanya individu atau kelompok tertentu yang berhak menafsirkan ajaran Islam.
Rainbow https://woof.tube/stream/hGqUXHQCCHz IPZ-995 Sakura Momo http://oload.stream/f/24KffqfINPc
Kontra Liberalisme di Indonesia
Bicara liberalisme adalah bicara kebebasan, dimana liberal sendiri secara umum diartikan sebagai suatu paham atau ideologi untuk menciptakan suatu masyarakat yang bebas, baik kebebasan secara ekonomi, politik, sosial dan agama. Cocokkah ideologi liberalisme diterapkan di indonesia? tentu banyak aspek yang dpat dilihat untuk menjawab pertanyaan tersebut seperti bidang atau aspek politik ekonomi maupun agama.Seiring berjalannya waktu, lambat-laun Indonesia menetapkan untuk menjadi negara demokrasi yang menjujung liberalisme. Akan tetapi demokrasi yang berkontradiksi dengan liberalisme, pada prakteknya malah dapat dilihat di Indonesia. Indonesia yang menganut sistem demokrasi liberal memperlihatkan ketimpangan sosial politik dalam masyarakatnya. Hak-hak kepemilikan individu yang sangat ditekankan dalam liberalisme sangat terlihat di Indonesia terutama dalam bidang ekonomi yang pada akhirnya berdampak pada bidang lainnya, termasuk politik. Kepemilikan individu terhadap sumber-sumber ekonomi dan politik dengan nyata dan jelas dapat kita lihat terjadi di Indonesia. Hanya segelintir "minoritas" lah memiliki akses terhadap kepemilikan sumber-sumber ekonomi dan politik tersebut sehingga dapat dikatakan bahwa hanya "minoritas" lah yang dapat menikmati kebebasan di Indonesia. "Minoritas", mereka yang miliki modal, mereka yang dapat menikmati kebebasan. Termasuk kebebasan untuk dapat menjalankan demokrasi. Ketimpangan sosial atau disparitas yang tinggi dalam bidang ekonomi dan politik dapat menunjukkan hal tersebut. Kemiskinan yang terjadi pada "mayoritas" masyarakat Indonesia didukung /diperparah pula dengan masih berlakunya demokrasi prosedural di Indonesia.
Liberalisasi Politik
Dalam politik, liberalisme menetang adanya kekuasaan yang otoriter. Dengan kata lain ideologi liberal ini dapat diakatakan diwujudkan dalam sistem demokrasi karena sama-sama memberikan kebebasan pada individu. Dalam aspek politik ini liberalisme agaknya cocok diterapkan di indonesia dimana individu diberkan kebebasan sehingga masyarakat dapat menyatakan pendapat dan aspirasi mereka namun tetap dengan mekanisme pertangguang jawaban.Politik yang dikuasai "minoritas" tersebutlah yang dikuatkan oleh demokrasi prosedural yang sangat liberalistik di Indonesia. Kita dapat melihat bahwa partisipasi rakyat, dalam politik sebagai bagian penting dalam demokrasi, hanya terjadi secara periodik di Indonesia, hanya dalam pemilihan umum, yang (bahkan) secara prosedural pun masih belum dikatakan baik. Partisipasi politik yang aktif pun pada akhirnya (lagi-lagi) hanya dapat dijalankan secara terpisah & saling ketergantungan oleh yang "minoritas" tadi. Hal tersebut dapat kita lihat pada partai-partai politik yang ada di Indonesia. Dimana keberadaan dan daya tahan partai-partai tersebut sangat ditentukan oleh keberadaan dan daya tahan modal (dalam artian ekonomi) yang tentunya hanya dimiliki "minoritas" tersebut sehingga partai-partai politik yang ada saat ini pun dapat dilihat hanya mengadepankan kepentingan segelintir "minoritas" yang berkepentingan dalam partai dan mengabaikan "mayoritas" (kecuali menjelang pemilu karena bagaimanapun "mayoritas" lah lumbung suara mereka).
PBB, bank Dunia dan IMF jugamempopulerkan konsep good government sebagai kriteria Negara-negara yang baik dan berhasil dalam pembangunan. Konsep CG menjadi semacam kriteria untuk memperoleh bantuan optimal (hibah/hutang).
Dari standar inilah, Indonesia melakukan reformasi dan penataan ulang struktur pemerintahan, kebijakan public, system politik (desentralisasi/otonomi daerah) serta partai politik yang multi partai. Indonesia yang semula meganut system kesatuan, pelan-pelan mempraktikkan system yang mirip federasi, otonomi daerah. Kepala daerah menjadi raja-raja kecil didaerahnya. Hubungan dengan kekuasaan pusat seolah hanya sekedar hubungan administrative. Otda ini merupakan salah satu strategi untuk mengokohkan hegemoni system sekuler-kapitalisme melalui upaya demokratisasi. Pemerintah daerah dengan mudah menjalin kerjasama internasional dengan asing untuk mengangkut SDA secara legal, tanpa ijin pemerintah pusat.
Pemerintah juga membentuk lembaga audit public independen seperti KPK, komnas HAM, Komnas perempuan, komisi pemilihan umum dsb yang fungsinya mengkontrol pelanggaran HAM. Komisi-komisi tersebut kadang memiliki fungsi semi legislative, regulative, semi yudikatif. Seluruh struktur baru ini sebenarnya malah membatasi peran pemerintah sebagai regulator/wasit saja. Pemilu yang diikuti oleh banyak partai politik ternyata juga tak mampu melahirkan kestabilan politik, sehingga sampai-sampai presiden, wakil presiden dan seluruh kepala daerah harus dipilih langsung oleh rakyat
Liberalisasi Ekonomi
Kemudian dalam aspek ekonomi, liberaisme mengarah pada sistem pasar bebas, yaitu campur tangan pemerintah dibatasi atau bahkan tidak dibolehkan sama sekali. liberalisme sendiri identik dengan kapitalisme dimana setiap individu diberi kepemilikan hak milik pribadi dan kebebsan mengelola secara maksimal dan bebas.Dengan kata lain orang-orang yang punya modal besarlah yang dapat berkembang. Di Indonesia sendiri apabila hal ini diterapkan tentu tidak cocok, karena mengingat masyarakat indonesia belum sehat secara ekonomi, masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan sehingga paham liberalisme ini akan menciptakan ‘yang kaya semkin kaya yang miskin semaki miskin’ serta dapat mengakibatakan individu melakukan eksploitasi terhadap sumber-sumber produksi yang ada.UUD 1945 hasil amandemen telah membuka kran seluas-seluasnya bagi masuknya investor asing,yang kemudian dituangkan dalam UU migas, UU kelistrikan, UU SDA, UU Penanaman modal. Liberalisasi ini merupakan wujud atas kesepakatan pemerintah dengan IMF, yang kemudian atas anjuran IMF, pemerintah harus melakukan penghentian subsidi harga, pemotongan pengeluaran pemerintah, dan dibukanya berbagai penggalang bagi investor asing. Dampak liberalisasi ekonomi yang paling terasa bagi rakyat adalah kenaikan harga BBM.Berdasarkan UU Migas No 22 tahun 2001, harga BBM disesuaikan dengan harga pasar BBM dunia. Walhasil pelan-pelan pemerintah mencabut subsidi BBM.
Selain itu beberapa contoh lain kasus-kasus dampakliberalisasi yang bisa kita lihat adalah adanya Perampokan besar-besaran Bank Sentral,Ini sesungguhnya adalah skandal keuangan Bank Sentral terbesar di dunia. Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, adalah skema program bail-out (penalangan) utang perbankan (swasta dan pemerintah) untuk dialihkan menjadi beban pemerintah lewat penerbitan obligasi. Ini adalah bagian dari program pemulihan krisis ekonomi Indonesia yang dipaksakan oleh IMF lewat LoI, bersama-sama dengan Bank Dunia dan ADB. Semula BLBI bernama KLBI yang bersifat “Kredit” kini diganti menjadi bersifat “Bantuan”, sehingga tidak jelas lagi aspekpertanggungjawabannya. BLBI secara jelasnya adalah bantuan dana yang diberikanoleh BI kepada bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas, jadi merupakan utang bank-bank penerima kepada BI. Akan tetapi melalui program penjaminan pemerintah, hak tagih BI dialihkan kepada pemerintah. Untuk membayar hak tagih tersebut, pemerintah menerbitkan Surat Utang (Obligasi) dan juga menerbitkan Surat Utang untuk penyediaan dana dalam rangka program penjaminan yang nilainya mencapai trilyunan rupiah
Adanya penghancuran ketahanan pangan, lewat program LoI juga, IMF menuntut diberlakukannya tarif impor beras sebesar 0%. Selain itu LoI juga mengatur agar BULOG tidak lagi menguruskestabilan harga pangan dan agar melepaskannya ke mekanisme pasar. BULOG dibatasi menjadi sebatas perdagangan beras, itupun harus bersaing dengan pedagang swasta. Demikian pula BULOG harus mengambil pinjaman dari bank komersial, tidak lagi dari dana BLBI yang sangat ringan. Liberalisasi juga telah diberlakukan dalam hal harga pupuk dan sarana produksi padi lainnya yang tidak lagi disubsidi pemerintah, melainkan diserahkan pada mekanisme pasar. Sementara itu subsidi petani lewat KUT (kredit usaha tani) hanya sebesar 0,04% dibandingkan dengan dana BLBI). Dengan demikian kini petani menghadapi harga produksi yang mahal, sementara harga jual padi hancur. Liberalisasi pertanian sebenarnya juga bagian dari ratifikasi Indonesia atas Agreement on Agriculture (AOA) dari WTO, yang mengatur penghapusan dan pengurangan tarif serta pengurangan subsidi.
Sejak itu masuklah secara besar-besaran impor beras dari luar dengan harga lebih murah dari beras hasil petani lokal. BULOG dan pihak swasta kini berlomba untuk mendatangkan beras dari mancanegara. HKTI mencatat bahwa hingga akhir Desember 2010, beras impor yang masuk ke Indonesia mencapai 13,8 juta ton, 8 juta tondiantaranya sudah masuk pasar. Padahal produksi beras dalam negeri sekitar 32 juta ton, sementara kebutuhan nasional diperkirakan mencapai 34 juta ton sehingga sebenarnya Indonesia hanya membutuhkan impor 2 juta ton. Karena jeritan para petani dan kritik yang berdatangan, akhirnya bea masuk impor dinaikkan menjadi 30%, tetapi hal ini tidak menyurutkan para importer untuk terus melakukan impor beras. Inilah awal dimulainya tragedi kehancuran ketahanan pangan Indonesia, petani pedesaan mengalami kebangkrutan dan akan menyebabkan kerawanan ekonomi masyarakat pedesaan yang tak terkira.
Liberalisasi Sosial
Liberalisasi ini tampak dari penentangan terhadap RUU APP, hal ini karena produk ini merupakan salah satu barang/jasa yang paling besar keuntungannya di dunia, bahkan berdasarkan survey yang dilakukan oleh kantor berita Associate press menunjukkkan bahwa Indonesia berada di urutan kedua setelah Rusia yang menjadi surga pornografi. Kalangan sekuler menggugat UU perfilman, mereka menginginkan lembaga sensor dihapuskan karena dianggap mengebiri kreativitas insan perfilman. Para pembebek kebebasan itu menginginkan film Indonesia bisa seperti film amerika, tidak ada pembatasan. Maka tak heran kalau tayangan berbau pornografi & pornoaksi mendapatkan tempat di prime time/jam tayang utama (pukul 19.00-21.00).Liberalisasi Pendidikan
Aliansi global educatin for all yang parkasai UNESCO, pada tahun 2000 menelurkan komotmen Dakkar. Komitmen ini berisi di antaranya perubahan kurikulum berbasis kompetensi, penetapan standarisasi pengajar, kelulusan, kualitas sekolah dan perluasan otonomi manajemen sekolah. Pendidikan Indonesia bukan lagi bertujuan mencetak generasi pemimpin dimasa depan, namun penyedia tenaga kerja terampil yang berdaya saing internasional bagi kapitalis.Liberalisasi Agama
Sedangkan dalam agama, liberalisme berarti kebebasan menganut, meyakini, dan mengamalkan apa saja sesuai kehendak dan selera masing-masing individu. Lebih jauh lagi liberalisme menganggap agama sebagai suatu urusan yang privat. Hal ini tentu tidak sesuai dengan indonesia yang memiliki agama yang beragam dimana urusan agama merupakan hal yang sensitif. Mengingat mayoritas masyarakat yang belum dewasa dalam menyikapi permasalahan dan pola pikir yang masih primodial masih sulit untuk menerima agama –agama baru yang akan muncul apabila paham liberalisme ini di terapkan, karena masyarakat masih beranggapan keberagaman agama itu hanya pada lima agam yang di akui di dalam Undang-Undang yaitu agama Islam, Kristen, Hindu, Budha dan Konghucu sehingga munculnya agama baru diluar kelima agama tersebut berpotensi memicu konflik.Pada bidang keagamaan, upaya pembebasan diri dari agama dan doktrin-doktrinnya melalui liberalisasi pemikiran sangat mengancam agama-agama di dunia. Kemunculan kaum liberal di Barat sebenarnya tidak lepas dari problematika Kristen yang menjadi agama terbesar di Barat. Problematika Kristen yang menjadi sebab munculnya liberalisasi pemikiran keagamaan adalah: (1) problema sejarah Kristen yang penuh dengan konflik, (2) problema teks Bibel yang penuh dengan kontradiktif dan (3) problema teologi Kristen yang tidak jelas dan tidak rasional.(Afif Hasan, 2008:54)
Islam dijadikan sasaran utama oleh kaum missionaris-orientalis dengan berbagai macam cara. Salah satunya adalah seruan kritik terhadap al-Qur’an. Seruan untuk mengkritik teks al-Qur’an oleh missionaris-orientalis ini dilatarbelakangi oleh kekecewaan orang Kristen dan Yahudi terhadap kitab suci mereka dan disebabkan oleh kecemburuan mereka terhadap umat Islam dan kitab suci al-Qur’an.(Syamsuddin Arif, Jurnal Al-Insan, vol I, No. 1, Januari 2005)
Apalagi jika ditilik dari konsep pokoknya, pemikiran liberalisme sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Kebebasan mutlak ala liberalisme adalah kebebasan yang mencederai akidah Islam, ajaran paling pokok dalam agama ini. Liberalisme mengajarkan kebebasan menuruti semua keinginan manusia, sementara Islam mengajarkan untuk menahannya agar tidak keluar dari ketundukan kepada Allah. Hakikat kebebasan dalam ajaran Islam adalah, bahwa Islam membebaskan manusia dari penghambaan kepada sesama makhluk, kepada penghambaan kepada Rabb makhluk.
Begitu pun dengan otoritas akal sebagai sumber nilai dan kebenaran dalam ‘ajaran’ liberalisme. Sumber kebenaran dalam Islam adalah wahyu, bukan akal manusia yang terbatas dalam mengetahui kebenaran. Dengan demikian, menerima liberalisme berarti menolak Islam, dan tunduk kepada Islam berkonsekwensi menanggalkan faham liberal.
Liberalisasi Media massa
Sejak ditetapkan UU No 40 tahun 1999 tentang pers, kebebasan pers Indonesia terbuka lebar dalam perjalanannya media massa dalam negeri cenderung lebih berorientasi meraup keuntungan materi. Lihat saja bagaimana tayangan media massa televisi sering menyuguhkan program-program sarat nilai-nilai kekerasan, hedonistic, pornografi dan budaya leberalisme. Media massa menyiarkan berita yang kurang berimbang dan sering menyudutkan aktivis islam pro syariah.Praktek-praktek demokrasi liberal yang terjadi di Indonesia telah menunjukkan sebuah potret yang jelas mengenai konflik atau pertentangan yang terjadi dalam demokrasi dan liberalisme. Dimana terjadi ketimpangan yang jelas bahwa kepemilikan individu terhadap sumber-sumber ekonomi dan politik lah yang menentukan demokrasi di Indonesia. Segelintir "minoritas", mereka yang miliki modal, yang memiliki akses terhadap kepemilikan sumber-sumber ekonomi dan politik-lah yang dapat menikmati kebebasan. Termasuk kebebasan untuk dapat menjalankan demokrasi.
Akhirnya kita bisa melihat bahwa proyek liberalisasi di segala bidang ini tidak lepas dari upaya penjajahan barat dinegeri-negeri muslim. Mereka menciptakan situasi yang kondusif agar mereka bisa denagn leluasa mengeruk SDA Indonesia tanpa ada hambatan, selain itu Amerika dan Barat berusaha mencegah islam politik tampil ke permukaan sebagai jati diri islam yang sebenarnya. Hal ini dilakukan karena barat mengetahui bahwa idiologi kapitalisme, termasuk liberalism tidak mendapatkan perlawanan selain dari dunia islam. Mereka sadar bahwa umat islam memiliki sebuah idiologi yang akan menjadi ancaman laten walaupun pada saat ini umat islam tidak memiliki sebuah Negara dan seorang pemimpin yang memimpin. Karena itulah barat/amerika bekerja siang malam untuk menyebarkan idiologi yang merusak itu kepada dunia islam termasuk Indonesia melalui berbagai cara, termasuk lewat media massa dan para penguasa kaki tangan mereka
Kebebasan dalam liberalisme ini sendiri memunculkan potensi bagi individu untuk begitu saja membuat peraturan yang akan memangsa manusia lain yang lemah, sesuaai pernyatan Thomas Hobbes yang menganggap manusia memiliki sifat egois dan licik yang berbahaya jika dibiarkan terus-menrus. Dalam keadaan alamiah dan bebas , manusia adalah serigala bagi manusia lainnya. Sedangkan menurut Montesquieu, kemerdekaan mutlak individu memungkinkan untuk mengancam kebebasn individu lain, sehingga perlu pembatasan seperti lewat hukum dan uandang-undang.
Nilai-nilai kebebasan bagaimanapun harus dibatasi, sehingga kebebasan tersebut tidak bersinggungan dengan hak-hak yang dimiliki orang lain sehingga tercipta suatu kerukunan dan keadilan. Selain itu liberalisme juga memiliki kelemahan jika diterapkan di indonesia, yaitu masih banyaknya masyarakat miskin yang kurang perhatian. Sedang dalam liberalisme adalah mengutamakan kompetisi. Sehingga mereka dianggap miskin karena mereka malas. Sedangkan dalam UUD 45 tercantum salah satu tujuan negara yaitu mensejahterakan atau dengan kata lain membantu orang-orang terlantar dan tidak mampu untuk hidup berkecukupan dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Jadi, penerapan liberalisme pada dasarnya tidak cocok atau tidak ideal diterapkan di indonesia secara keseluruhan.
Loading...
No comments:
Post a Comment