Sebenarnya kegiatan pasar modal sudah sejak lama dikenal di Indonesia, yaitu pada zaman penjajahan Belanda. Hal ini terlihat dari didirikannya bursa efek di Batavia yang diselenggarakan oleh Vereniging Voor de Effectenhandel pada tanggal 14 Desember 1912 meskipun diketahui bahwa tujuan awalnya untuk menghimpun dana guna kepentingan mengembangkan sektor perkebunan yang ada di Indonesia. Investor yang berperan pada saat itu adalah orang-orang Hindia Belanda dan orang – orang Eropa lainnya, sedangkan efek yang diperjual belikan adalah saham dan obligasi milik perusahaan Belanda yang ada di Indonesia maupun yang diterbitkan oleh pemerintah Hindia Belanda.
Untuk mendorong kegiatan pasar modal, awalnya pemerintah memberikan fasilitas perpajakan kepada perusahaan – perusahaan yang go public dan kepada investor serta lembaga-lembaga penunjang yang terkait seperti bloker dan dealer, tetapi hal ini tidak berlangsung lama. Dengan dikeluarkannya peraturan perpajakan pada tahun 1983, fasilitas ini kemudian dihapus, kecuali untuk pajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan berjangka lainnya yang ditunda pemungutannya. Tentu saja hal ini mempengaruhi kegiatan bursa. Iklim investasi menjadi lesu.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, kemudian pemerintah mengeluarkan paket-paket deregulasi, diantaranya paket Desember 1987, Paket Oktober 1988, dan juga Paket Desember 1988. Di antara paket tersebut ada hal yang penting yang berhubungan dengan pasar modal, yaitu dikenakanya pajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan berjangka lainnya sebesar 15 persen final. Di samping itu, isi deregulasi lain yang penting adalah diporbolehkannya investor asing melakukan akses di pasar Indonesia.
Perkembangan pasar modal ini cukup pesat, sehingga dibuka juga Bursa Efek Surabaya pada tanggal 11 Januari 1925 dan Bursa Efek di Semarang pada tanggal 1 Agustus 1925. Terjadinya gejolak politik di Eropapada awal tahun 1939 ikut mempengaruhi perdagangan efek-efek di Surabaya dan Semarang. Sehingga yang tinggal adalah Bursa Efek Jakarta. Tetapi Bursa Efek Jakarta ini pun akhirnya tutup karena perang Dunia Kedua, yang sekaligus menjadi berhentinya aktivitas pasar modal di Indonesia.
Untuk mendorong kegiatan pasar modal, awalnya pemerintah memberikan fasilitas perpajakan kepada perusahaan – perusahaan yang go public dan kepada investor serta lembaga-lembaga penunjang yang terkait seperti bloker dan dealer, tetapi hal ini tidak berlangsung lama. Dengan dikeluarkannya peraturan perpajakan pada tahun 1983, fasilitas ini kemudian dihapus, kecuali untuk pajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan berjangka lainnya yang ditunda pemungutannya. Tentu saja hal ini mempengaruhi kegiatan bursa. Iklim investasi menjadi lesu.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, kemudian pemerintah mengeluarkan paket-paket deregulasi, diantaranya paket Desember 1987, Paket Oktober 1988, dan juga Paket Desember 1988. Di antara paket tersebut ada hal yang penting yang berhubungan dengan pasar modal, yaitu dikenakanya pajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan berjangka lainnya sebesar 15 persen final. Di samping itu, isi deregulasi lain yang penting adalah diporbolehkannya investor asing melakukan akses di pasar Indonesia.
Enami https://woof.tube/stream/bS3a1Ud7zt9Dengan adanya paket deregulasi ini, maka investasi di pasar modal kembali menarik, karena pengenaan pajak final atas tabungan akan berdampak pada pendapatan masyarakat. Keuntungan dari menabung, tidak lagi memberikan keuntungan yang besar bagi masyarakat. Hal inilah yang mendorong masyarakat untuk kembali tertarik melakukan investasi di pasar modal.
Loading...
No comments:
Post a Comment