Deduktif
Begitu juga lembaga pemerintahan yang berperan menjalankan kerja diplomasi kebudayaan (Umum), belum menunjukan perhatian pada sastra (Khusus),sebagai bagian identitas Indonesia (Khusus).
Silogisme
Harapan untuk menjadi bagian dari sastra dunia, sejak beberapa tahun belakangan, ber-alih rupa menjadi keresahan dalam ranah Sastra Indonesia (Pernyataan). Banyak sastrawan mengeluh lantaran sulitnya akses untuk penerjemahan karya-karya mereka kedalam bahasa asing (Pernyataan). Organisasi penerbit lebih tampak berperan sebagai EO (Event Organizer) pameran buku ketimbang merancang program-program yang terukur, guna mengantarkan sastra Indonesia ke gerbang sastra dunia (Kesimpulan).
Seolah-olah, penerjemah itu satu-satunya jalan guna membuat sastra kita go international (Pernyataan). Muncul kesan, sastra Indonesia bukan apa-apa, bukan siapa-siapa, jika belum tersedia dalam bahasa asing (Pernyataan), sehingga upaya menawarkan buku-buku sastra ke penerbit-penerbit asing adalah harga mati yang tak mungkin dihindari (Kesimpulan).
HND-725 https://woof.tube/stream/TqS6wrfjJeb
Wiji Thukul mendedahkan sajak-sajak perlawanan dalam corak yang militant karena iklim ketertindasanakibat represi rezim otoritarianisme Orde Baru (Pernyataan). Begitu juga dengan novel-novel Pramoedya Ananta Toer, yang lahir dari gelora semangat kebangsaan kaum terdidik pribumi. Para peneliti asing mustahil dapat memahami, apalagi mendalaminya, bila hanya mengandalkan teks terjemahan Inggris (Pernyataan). Bila mereka ingin menyelami keadaan sastra Indonesia, jalan yang paling patut adalah tinggalah bertahun-tahun di Indonesia, pelajari kebudayaannya, dalami bahasannya! (Kesimpulan)
Alih-alih kasak-kusuk mencari peluang penerjemahan, kenapa tidak mutu yang diperbaiki, tidak kedalaman yang digali? Mo Yan, novelis asal Tiongkok pemenang Nobel 2012, juga tidak menulis dalam bahasa Inggris, tapi dalam bahasannya. Lantaran dianggap penting dan mengandung kedalaman, penerbit asing datang meminangnya.
Loading...
No comments:
Post a Comment