Stephen seorang dosen di San Diego University menggambarkan organisasi dengan sebuah cerita yang diberi judul “Celestical Seasoning”. Ia bercerita mengenai sepasang suami istri yang pada tahun 1971 di Amerika Serikat memulai berjualan obat-obatan dari tanaman. Diracik sendiri. Sepasang suami istri tersebut bernama Mio Siegel dan John. Dari mulai bisnis yang ditangani sendiri, hingga ternyata berkembang pesat. Tak pelak membutuhkan bukan beberapa orang tambahan pekerja, tetapi struktur yang jelas mengenai pembagian kerja. Dari situlah dikenalkan bagaimana organisasi terbentuk dan apa hakikat organisasi.
Dalam era globalisasi ini,perspektif tentang organisasi mulai mengalami perkembangan. Organisasi tidak hanya dikaji sebagai suatu ilmu administratif tetapi telah menjangkau seluruh lini pembelajaran dan ilmu pengetahuan.
Stephen dalam bukunya yang berjudul : “Organizaion Theory; Structure, Design & Application” merangkum teori awal organisasi dan perkembangannya. Mulai dari ‘sistem tertutup’ yang dianut organisasi pada abad 18-19, manajemen audit, cerita mengenai F. Taylor hingga Miles & Soagan. Stephen bukan hanya memaparkan teori struktur organisasi yang dikemukakan oleh Mintzberg (Sederhana, Birokrasi Profesional, Mesin Birokrasi, Divisi dan Adokrasi), tetapi juga mengemukakan bahasan baru. Ada 3 jenis struktur yang utama, yakni sentralisasi, formalitas dan kompleksitas. 3 variabel tersebut yang menjadi pembeda. Dikatakan pula bahwa penyebab terjadinya struktur dalam perspektif industrialisasi bermula dari proses industri, kemudian menjadi strategi dan berakhir pada pembuatan struktur organisasi. Jika dikaitkan dengan perkembangan ilmu yang lebih relevan saat ini, maka istilah yang cukup mendekati untuk mewakili ‘strategi’ adalah ‘proses bisnis’.
Secara umum, ada 5 tahap krisisyang dialamai organisasi. Dan semuanya bukan merupakan proses yang secara utuh harus ada dan berurutan. Tetapi bisa berulang dan berkurang. Teori perkembangan dalam bagan di atas sampai saat ini masih cukup relevan.
Tantangan Di Era Globalisasi dan Industrialisasi
Banyak sekali tantangan yang timbul terutama diera globalisasi dan industrialisasi. Seperti contohnya organisasi yang bergerak dibidang, ekonomi, bisnis tentu akan banyak sekali mendapatkan tantangan dalam menjalankan organisasinya. Tantangan yang umumnya akan dihadapi yaitu sebagai berikut.
1. Persaingan
Persaingan timbul karena banyaknya organisasi yang bermunculan yang bergerak di bidang sama. Diera globalisasi ini, persaingan merupakan hal yang wajar dan tidak bisa dihindarkan. Setiap organisasi akan sama-sama menghadapi persaingan ini. Yang membedakan adalah cara menanggapi persaingan ini, apakah sebagai suatu ancaman atau suatu yang mendorong untuk lebih berinovasi dan kreatif.
2. Tekanan meningkatkan kualitas dan produktifitas
Seiring dengan perkembangan peradaban, kebutuhan hidup manusia semakin meningkat dan semakin kompleks. Tuntutannya di jaman sekarang tidak hanya sekedar menuntut banyak atau kuantitas melainkan lebih mementingkan segi kualitas. Maka dari itu tantangan suatu organisasi dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut maka dituntut untuk memberikan kualitas terbaik. Ini juga merupakan salah satu solusi dalam menghadapi persaingan.
3. Kesempatan-kesempatan baru
Berkembangnya teknologi informasi, membuat manusia semakin cepat dalam menghasilkan inovasi-inovasi baru. Hal itu tentunya akan membuka kesempatan-kesempatan baru. Kesempatan-kesempatan itulah yang akan dimanfaatkan oleh manusia untuk tergerak melakukan usaha dan membentuk sistem atau organisasi baru. Jika suatu organisasi atau kita contohkan sebagai suatu perusahaan tidak pandai dalam mengambil ataupun membuka kesempatan-kesempatan baru maka nantinya akan mengalami kesulitan diantaranya yaitu perkembangan yang lamban.
4. Deregulasi
Salah satu penyebab terjadinya persaingan adalah adalnya deregulasi atau pengurangan maupun penghapusan dari aturan-aturan yang sebelumnya. Misalkan aturan untuk pajak impor yang kurangi tentu akan memicu banyaknya produk-produk yang bersaing dalam hal pemasaran.
5. Keragaman Tenaga Kerja
Sumber daya manusia atau dalam industri lebih dikenal dengan tenaga kerja merupakan elemen dari organisasi. Dengan beragamnya tenaga kerja maka suatu organisasi atau perusahan harus bisa mengoptimalkan keberagaman tersebut menjadi sebuah kekuatan untuk mencapai keberhasilan. Contohnya adalah beragamnya kemampuan seseorang jika suatu organisasi mampu memberikan suatu tempat untuk mengasah kemampuan-kemampuan tersebut maka kesempatan organisasi tersebut untuk berkembang cepat akan semakin terbuka.
6. Sistem Sosial, Politik, Hukum Baru
Secara langsung ataupun tidak langsung, sistem yang berada diluar organisasi atau perusahaan seperti sistem sosial, politik dan hukum yang baru dan berkembang akan mempengaruhi suatu sistem organisasi tersebut. Contohnya: Di era globalisasi ini suatu sistem pemerintahan dituntut untuk demokratis, mematuhi HAM, bersih, transparan, profesional dan lain sebagainnya maka disituasi seperti itu tidak akan memungkinkan membentuk suatu organisasi yang diktator, tertutup, adanya diskriminasi, korupsi dan hal-hal yang bertentangan dengan sistem yang sebenarnya diluar organisasi tersebut.
Tantangan-tantangan tersebut bisa diatasi dengan cara yang bijak. Dalam suatu perusahaan contohnya dituntut untuk melakukan perubahan-perubahan seperti:
1. Pengubahan Struktur Organisasi
Suatu organisasi yang awalnya tipikal piramid dituntut untuk bertransformasi menjadi datar. Karena semua pegawai atau pelaku organisasi apapun jabatannya harus mampu berinteraksi dengan siapa saja, tidak hanya dengan orang yang sama jabatannya tetapi memungkinkan berinteraksi dengan orang yang berada diatasnya. Dengan hal tersebut maka mampu merubah lapisan-lapisan atau tingkatan-tingkatan manajerial tidak berbentuk piramid lagi melainkan mendatar.
2. Pemberdayaan Pegawai
Kemampuan yang dimiliki oleh pegawai harus diberdayakan dengan baik dan optimal. Agar kinerja pegawai meningkat dan produktif.
3. Kerja yang dirancang menjadi suatu team
Pekerjaan yang dibentuk dengan beberapa team akan mampu menimbulkan sikap kompetitif sehingga akan menghasilkan kinerja yang bagus dan muncul inovasi baru.
4. Landasan suatu kekuatan berubah
Kekuatan berupa jabatan bukan lagi alat yang ampuh dalam menyelesaikan permasalahan. Di era globalisasi, ide-ide atau gagasan yang baiklah yang lebih tepat dalam menyelesaikan permasalahan. Tidak masalah apapun jabatan atau kedudukannya dalam suatu organisasi.
5. Manajer harus mampu membangun komitmen
Manajer dituntut untuk mampu menumbuhkan komitmen pada bawahannya agar tujuan-tujuan organisasi tersebut tercapai.
6. Berorientasi kepada Human Capital
Human kapital ialah suatu pandangan yang meletakan manusia sebagai unsur penentu keberhasilan suatu organisasi. Tidak hanya manajer tingkat atas, melainkan para bawahan atau pegawai pun turut andil dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi.
Konsep-Konsep Organisasi
Negara merupakan salahsatu contoh bentuk dari organisasi. Banyak tuntutan yang harus dihadapi oleh berbagai negara didunia. Isu globalisasi menjadi pertimbangan yang kuat bagi perkembangan atau perubahan sistem pemerintahan.
Dengan hal itu muncullah beberapa pandangan, paradigma atau konsep-konsep yang dibuat untuk menyelesaikan beberapa permasalahan yang timbul akibat globalisasi. Satu diantaranya yaitu paradigma tentang “Developmental State”.
Developmental State
Developmental state adalah suatu paradigma yang mempengaruhi arah dan kecepatan pembangunan ekonomi dengan secara langsung mengintervensi proses pembangunan—yang berbanding terbalik dengan cara berpikir yang mengandalkan kekuatan pasar—dalam mengalokasikan sumber daya ekonomi. Paradigma ini membangun tujuan substantif sosial dan ekonomi yang memandu proses pembangunan dan mobilisasi sosial. Karakteristik dari paradigma ini adalah negara yang kuat, peran dominan pemerintah, rasionalitas teknokratik dalam pembuatan kebijakan ekonomi, birokrasi yang otonom dan kompeten serta terlepas dari pengaruh kepentingan politik.
Secara detil dalam Johnson’s formulation (Pei-Shan Lee, 2002), bahwa yang dimaksud dengan developmental state adalah salah satu dari di bawah ini ::
1. memprioritaskan pertumbuhan ekonomi dan produksi (sebaliknya dari konsumsi dan distribusi) sebagai tujuan fundamental dari kegiatan negara.
2. merekrut aparat birokrasi ekonomi yang bertalenta tinggi, kohesif dan disiplin dengan basis merit.
3. mengkonsentrasikan talenta birokrasi ke dalam lembaga sentral (seperti MITI di Jepang) yang bertanggung jawab atas tugas transformasi industrial.
4. melembagakan hubungan antar birokrasi dengan elit bisnis dalam rangka pertukaran informasi dan mendorong kerjasama dalam keputusan-keputusan penting berdasarkan pembuatan kebijakan yang efektif.
5. melindungi jaringan pengambil kebijakan dari tekanan kepentingan dan tuntutan lainnya.
6. mengimplementasikan kebijakan pembangunan dengan kombinasi jaringan kerja pemerintah dengan dunia industrial dan kontrol publik atas sumber daya sumber daya, seperti keuangan.
Inti dari paradigma ini adalah peranan dominan lembaga eksekutif. Yang dimaksud dengan lembaga eksekutif disini adalah otoritas administratif dan kekuatan politik. Jadi paradigma ini dimaksudkan untuk menegaskan peran pemerintah dalam 3 ekonomi pasar. Kinerja ekonomi dibangun melalui penataan kelembagaan yang kuat yang dilakukan oleh pemerintah. Ini biasa dikenal dengan proses pembangunan ekonomi terrencana. Pemerintah menyelenggarakan ekonomi terrencana ini melalui lembaga yang ditunjuk khusus yang bertanggung jawab atas tugas mengarahkan pembangunan itu sendiri, dan menjalankan beragam alat kebijakan untuk memastikan kegiatan bisnis tetap terpelihara dan terkelola dalam kerangka kepentingan nasional. Hal ini dianggap sebagai prasyarat penting dalam mengelola proses pembangunan.
Namun demikian dalam menjalankan konsep developmental state, adalah penting untuk memiliki birokrasi yang bertanggung jawab dan kompeten. Dalam hubungan ini Moon (2002) menjelaskan bahwa organisasi harus terdiri atas individu-individu yang sangat mampu (capable) yang direkrut melalui persaingan yang terbuka.
Mereka ini memiliki kemampuan analitik dan kompetensi teknis. Ini adalah sebuah keharusan, karena apabila tidak terpenuhi maka paradigma ini tidak akan dapat membangun ekonomi dengan arah yang benar.
Beeson (2002) menjelaskan bahwa kunci untuk menjalankan development state yang efektif adalah kapasitas negara (state capacity), yaitu kemampuan untuk memformulasikan dan mengimplementasikan kebijakan pembangunan. Selain birokrasi yang kompeten juga diperlukan hubungan yang efektif dengan dunia usaha sebagai titik penting dalam inisiatif-inisiatif pembangunan yang berhasil.
Global Governance Kontemporer
Kita sedang memasuki era postnationale Konstellation (Habermas, 1998), yang ditandai dengan perubahan-perubahan dalam organisasi global governance kontemporer. Global governance kontemporer tidak lagi bersifat statis, dalam arti formulasi, implementasi, pengawasan serta pemaksaan tatanan-tatanan sosial tidak lagi berlangsung dalam kerangka negara atau hubungan antar-negara.
Apakah atau sejauh mana pergeseran menjauhi statisme ini berarti ‘the end of state’ masih merupakan obyek perdebatan yang sangat serius. Dalam konsep global governance, pemerintah nasional masih memainkan peran penting dan tak terpisahkan. Tetapi, organisasi governance dipahami tidak lagi berlangsung dalam kerangka ruang sosial yang bernama teritorialitas dan institusi politik yang diorganisir dalam kerangka tersebut, yakni negara. Global governance kontemporer pada abad ke-21 ini merupakan governance yang berlangsung di berbagai lapisan, bersifat cross cutting dan menyebar (diffused). Tidak seperti dalam era statisme, global governance kontemporer tidak didominasi oleh satu tingkat saja, yakni negara, melainkan berlangsung pada berbagai tingkat yang berbeda baik lokal, provinsi, nasional, regional atau global. Masing-masing tingkat tersebut
Dalam organisasi global governance yang statis, semua mekanisme regulasi baik global, regional, ataupun lokal tunduk sepenuhnya di bawah dominasi pemerintah nasional. Mekanisme -mekanisme tersebut bukanlah mekanisme-mekanisme yang otonom, melainkan mekanisme-mekanisme yang selalu mengacu pada organisasi politik yang didasarkan pada teritorial, yakni negara.
Apa implikasi dari perkembangan global governance kontemporer ini bagi negara sebagai aktor utama dalam sistem global governance yang statis? Tidak dapat dipungkiri, pengaruh perkembangan global governance yang non statis sangat berbeda perdasarkan posisi negara dalam organisasi governance yang statis.
Learning Organization / Organisasi Belajar
Munculnya pesaing-pesaing baru dalam ekonomi global menuntut adanya perluasan seperangkat ketrampilan yang “hard” (teknologi) dan “soft” (interpersonal dan komunikasi) secara seimbang. Ketrampilan yang diidentifikasikan oleh beberapa pengarang manajemen, meliputi manajemen informasi, sumber-sumber daya, hubungan dengan manusia, dan “self-management”. Titik awal, sudah tentu adalah ketrampilan dasar : membaca, menulis, berhitung, dan, yang paling penting adalah “kemampuan untuk terus-menerus belajar sepanjang hidup” (ability to learn continuously throughout life). Sebagai tambahan, pekerja “global” memerlukan fleksibilitas, kemampuan memecahkan masalah dan mengambil keputusan, mampu beradaptasi, berpikir kreatif, motivasi-diri, dan memiliki kapasitas refleksi.
Belajar
Pada tingkat individual : memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan ketrampilan.
Pada tingkat organisasi : mengubah persepsi, visi, strategi, dan mengalihkan pengetahuan
Pada tingkat individual dan organisasi : penemuan dan pembaharuan – penciptaan, penjajagan pengetahuan baru, pemahaman gagasan-gagasan baru.
Organisasi belajar dapat dipandang sebagai tanggapan atas makin mening- katnya dinamika dan “unpredictable”-nya lingkungan bisnis. Ada beberapa penulis yang mengemukakan definisi :
“ Inti organisasi belajar adalah kemampuan organisasi untuk memanfaatkan kapasitas mental dari semua anggotanya guna menciptakan sejenis proses yang akan menyempurnakan organisasi ” (Nancy Dixon, 1994)[1]
“ Organisasi di mana orang-orangnya secara terus-menerus mengembangkan kapasitasnya guna menciptakan hasil yang benar-benar mereka inginkan, di mana pola-pola berpikir baru dan berkembang dipupuk, di mana aspirasi kelompok diberi kebebasan, dan di mana orang-orang secara terus-menerus belajar mempelajari (learning to learn) sesuatu secara bersama” (Peter Senge, 1990)[2]
Di samping itu ada satu definisi yang mencoba menguraikannya secara lebih komprehensif. "Organisasi belajar adalah organisasi yang di dalamnya terdapat sistem, mekanisme, dan proses, yang digunakan secara kontinyu oleh anggota-anggotanya guna meningkatkan kapabilitas sehingga mampu mencapai sasaran pribadinya dan komunitas di mana dia berpartisipasi" (David J. Skyrme)[3]
Beberapa pokok pikiran penting yang mencirikan organisasi belajar adalah :
- Adaptif pada lingkungan eksternal
- Terus-menerus meningkatkan kapabilitas untuk berubah
- Mengembangkan kemampuan belajar secara individual dan kolektif
Menggunakan hasil belajar untuk mencapai hasil yang lebih baik.
Stephen dalam bukunya yang berjudul : “Organizaion Theory; Structure, Design & Application” merangkum teori awal organisasi dan perkembangannya. Mulai dari ‘sistem tertutup’ yang dianut organisasi pada abad 18-19, manajemen audit, cerita mengenai F. Taylor hingga Miles & Soagan. Stephen bukan hanya memaparkan teori struktur organisasi yang dikemukakan oleh Mintzberg (Sederhana, Birokrasi Profesional, Mesin Birokrasi, Divisi dan Adokrasi), tetapi juga mengemukakan bahasan baru. Ada 3 jenis struktur yang utama, yakni sentralisasi, formalitas dan kompleksitas. 3 variabel tersebut yang menjadi pembeda. Dikatakan pula bahwa penyebab terjadinya struktur dalam perspektif industrialisasi bermula dari proses industri, kemudian menjadi strategi dan berakhir pada pembuatan struktur organisasi. Jika dikaitkan dengan perkembangan ilmu yang lebih relevan saat ini, maka istilah yang cukup mendekati untuk mewakili ‘strategi’ adalah ‘proses bisnis’.
[HND-128] https://woof.tube/stream/8Kreondb3v2Organisasi terus berkembang. Baik menuju perubahan maupun malah terpuruk. Terlepas dari itu semua, penulis membadi model perubahan organisasi menjadi dua jenis. Yakni model yang direncanakan dan yang terjadi begitu saja. Dalam perubahan itu pula; lebih tepat diistilahkan dengan perkembangan; ada konflik-konflik yang terjadi. Ada dua perspektif yang berbeda dalam memandang konflik. Yakni sebagai sebuah proses yang jelek, atau justru mengubahnya menjadi tantangan tersendiri yang harus diselesaikan. Berikut adalah bagan yang mencoba mewakili perkembangan organisasi menuju proses tumbuh. Dapat dianalogikan menjadi sebuah life cycle dari organisasi.
Secara umum, ada 5 tahap krisisyang dialamai organisasi. Dan semuanya bukan merupakan proses yang secara utuh harus ada dan berurutan. Tetapi bisa berulang dan berkurang. Teori perkembangan dalam bagan di atas sampai saat ini masih cukup relevan.
Tantangan Di Era Globalisasi dan Industrialisasi
Banyak sekali tantangan yang timbul terutama diera globalisasi dan industrialisasi. Seperti contohnya organisasi yang bergerak dibidang, ekonomi, bisnis tentu akan banyak sekali mendapatkan tantangan dalam menjalankan organisasinya. Tantangan yang umumnya akan dihadapi yaitu sebagai berikut.
1. Persaingan
Persaingan timbul karena banyaknya organisasi yang bermunculan yang bergerak di bidang sama. Diera globalisasi ini, persaingan merupakan hal yang wajar dan tidak bisa dihindarkan. Setiap organisasi akan sama-sama menghadapi persaingan ini. Yang membedakan adalah cara menanggapi persaingan ini, apakah sebagai suatu ancaman atau suatu yang mendorong untuk lebih berinovasi dan kreatif.
2. Tekanan meningkatkan kualitas dan produktifitas
Seiring dengan perkembangan peradaban, kebutuhan hidup manusia semakin meningkat dan semakin kompleks. Tuntutannya di jaman sekarang tidak hanya sekedar menuntut banyak atau kuantitas melainkan lebih mementingkan segi kualitas. Maka dari itu tantangan suatu organisasi dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut maka dituntut untuk memberikan kualitas terbaik. Ini juga merupakan salah satu solusi dalam menghadapi persaingan.
3. Kesempatan-kesempatan baru
Berkembangnya teknologi informasi, membuat manusia semakin cepat dalam menghasilkan inovasi-inovasi baru. Hal itu tentunya akan membuka kesempatan-kesempatan baru. Kesempatan-kesempatan itulah yang akan dimanfaatkan oleh manusia untuk tergerak melakukan usaha dan membentuk sistem atau organisasi baru. Jika suatu organisasi atau kita contohkan sebagai suatu perusahaan tidak pandai dalam mengambil ataupun membuka kesempatan-kesempatan baru maka nantinya akan mengalami kesulitan diantaranya yaitu perkembangan yang lamban.
4. Deregulasi
Salah satu penyebab terjadinya persaingan adalah adalnya deregulasi atau pengurangan maupun penghapusan dari aturan-aturan yang sebelumnya. Misalkan aturan untuk pajak impor yang kurangi tentu akan memicu banyaknya produk-produk yang bersaing dalam hal pemasaran.
5. Keragaman Tenaga Kerja
Sumber daya manusia atau dalam industri lebih dikenal dengan tenaga kerja merupakan elemen dari organisasi. Dengan beragamnya tenaga kerja maka suatu organisasi atau perusahan harus bisa mengoptimalkan keberagaman tersebut menjadi sebuah kekuatan untuk mencapai keberhasilan. Contohnya adalah beragamnya kemampuan seseorang jika suatu organisasi mampu memberikan suatu tempat untuk mengasah kemampuan-kemampuan tersebut maka kesempatan organisasi tersebut untuk berkembang cepat akan semakin terbuka.
6. Sistem Sosial, Politik, Hukum Baru
Secara langsung ataupun tidak langsung, sistem yang berada diluar organisasi atau perusahaan seperti sistem sosial, politik dan hukum yang baru dan berkembang akan mempengaruhi suatu sistem organisasi tersebut. Contohnya: Di era globalisasi ini suatu sistem pemerintahan dituntut untuk demokratis, mematuhi HAM, bersih, transparan, profesional dan lain sebagainnya maka disituasi seperti itu tidak akan memungkinkan membentuk suatu organisasi yang diktator, tertutup, adanya diskriminasi, korupsi dan hal-hal yang bertentangan dengan sistem yang sebenarnya diluar organisasi tersebut.
Tantangan-tantangan tersebut bisa diatasi dengan cara yang bijak. Dalam suatu perusahaan contohnya dituntut untuk melakukan perubahan-perubahan seperti:
1. Pengubahan Struktur Organisasi
Suatu organisasi yang awalnya tipikal piramid dituntut untuk bertransformasi menjadi datar. Karena semua pegawai atau pelaku organisasi apapun jabatannya harus mampu berinteraksi dengan siapa saja, tidak hanya dengan orang yang sama jabatannya tetapi memungkinkan berinteraksi dengan orang yang berada diatasnya. Dengan hal tersebut maka mampu merubah lapisan-lapisan atau tingkatan-tingkatan manajerial tidak berbentuk piramid lagi melainkan mendatar.
2. Pemberdayaan Pegawai
Kemampuan yang dimiliki oleh pegawai harus diberdayakan dengan baik dan optimal. Agar kinerja pegawai meningkat dan produktif.
3. Kerja yang dirancang menjadi suatu team
Pekerjaan yang dibentuk dengan beberapa team akan mampu menimbulkan sikap kompetitif sehingga akan menghasilkan kinerja yang bagus dan muncul inovasi baru.
4. Landasan suatu kekuatan berubah
Kekuatan berupa jabatan bukan lagi alat yang ampuh dalam menyelesaikan permasalahan. Di era globalisasi, ide-ide atau gagasan yang baiklah yang lebih tepat dalam menyelesaikan permasalahan. Tidak masalah apapun jabatan atau kedudukannya dalam suatu organisasi.
5. Manajer harus mampu membangun komitmen
Manajer dituntut untuk mampu menumbuhkan komitmen pada bawahannya agar tujuan-tujuan organisasi tersebut tercapai.
6. Berorientasi kepada Human Capital
Human kapital ialah suatu pandangan yang meletakan manusia sebagai unsur penentu keberhasilan suatu organisasi. Tidak hanya manajer tingkat atas, melainkan para bawahan atau pegawai pun turut andil dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi.
Konsep-Konsep Organisasi
Negara merupakan salahsatu contoh bentuk dari organisasi. Banyak tuntutan yang harus dihadapi oleh berbagai negara didunia. Isu globalisasi menjadi pertimbangan yang kuat bagi perkembangan atau perubahan sistem pemerintahan.
Dengan hal itu muncullah beberapa pandangan, paradigma atau konsep-konsep yang dibuat untuk menyelesaikan beberapa permasalahan yang timbul akibat globalisasi. Satu diantaranya yaitu paradigma tentang “Developmental State”.
Developmental State
Developmental state adalah suatu paradigma yang mempengaruhi arah dan kecepatan pembangunan ekonomi dengan secara langsung mengintervensi proses pembangunan—yang berbanding terbalik dengan cara berpikir yang mengandalkan kekuatan pasar—dalam mengalokasikan sumber daya ekonomi. Paradigma ini membangun tujuan substantif sosial dan ekonomi yang memandu proses pembangunan dan mobilisasi sosial. Karakteristik dari paradigma ini adalah negara yang kuat, peran dominan pemerintah, rasionalitas teknokratik dalam pembuatan kebijakan ekonomi, birokrasi yang otonom dan kompeten serta terlepas dari pengaruh kepentingan politik.
Secara detil dalam Johnson’s formulation (Pei-Shan Lee, 2002), bahwa yang dimaksud dengan developmental state adalah salah satu dari di bawah ini ::
1. memprioritaskan pertumbuhan ekonomi dan produksi (sebaliknya dari konsumsi dan distribusi) sebagai tujuan fundamental dari kegiatan negara.
2. merekrut aparat birokrasi ekonomi yang bertalenta tinggi, kohesif dan disiplin dengan basis merit.
3. mengkonsentrasikan talenta birokrasi ke dalam lembaga sentral (seperti MITI di Jepang) yang bertanggung jawab atas tugas transformasi industrial.
4. melembagakan hubungan antar birokrasi dengan elit bisnis dalam rangka pertukaran informasi dan mendorong kerjasama dalam keputusan-keputusan penting berdasarkan pembuatan kebijakan yang efektif.
5. melindungi jaringan pengambil kebijakan dari tekanan kepentingan dan tuntutan lainnya.
6. mengimplementasikan kebijakan pembangunan dengan kombinasi jaringan kerja pemerintah dengan dunia industrial dan kontrol publik atas sumber daya sumber daya, seperti keuangan.
Inti dari paradigma ini adalah peranan dominan lembaga eksekutif. Yang dimaksud dengan lembaga eksekutif disini adalah otoritas administratif dan kekuatan politik. Jadi paradigma ini dimaksudkan untuk menegaskan peran pemerintah dalam 3 ekonomi pasar. Kinerja ekonomi dibangun melalui penataan kelembagaan yang kuat yang dilakukan oleh pemerintah. Ini biasa dikenal dengan proses pembangunan ekonomi terrencana. Pemerintah menyelenggarakan ekonomi terrencana ini melalui lembaga yang ditunjuk khusus yang bertanggung jawab atas tugas mengarahkan pembangunan itu sendiri, dan menjalankan beragam alat kebijakan untuk memastikan kegiatan bisnis tetap terpelihara dan terkelola dalam kerangka kepentingan nasional. Hal ini dianggap sebagai prasyarat penting dalam mengelola proses pembangunan.
Namun demikian dalam menjalankan konsep developmental state, adalah penting untuk memiliki birokrasi yang bertanggung jawab dan kompeten. Dalam hubungan ini Moon (2002) menjelaskan bahwa organisasi harus terdiri atas individu-individu yang sangat mampu (capable) yang direkrut melalui persaingan yang terbuka.
Mereka ini memiliki kemampuan analitik dan kompetensi teknis. Ini adalah sebuah keharusan, karena apabila tidak terpenuhi maka paradigma ini tidak akan dapat membangun ekonomi dengan arah yang benar.
Beeson (2002) menjelaskan bahwa kunci untuk menjalankan development state yang efektif adalah kapasitas negara (state capacity), yaitu kemampuan untuk memformulasikan dan mengimplementasikan kebijakan pembangunan. Selain birokrasi yang kompeten juga diperlukan hubungan yang efektif dengan dunia usaha sebagai titik penting dalam inisiatif-inisiatif pembangunan yang berhasil.
Global Governance Kontemporer
Kita sedang memasuki era postnationale Konstellation (Habermas, 1998), yang ditandai dengan perubahan-perubahan dalam organisasi global governance kontemporer. Global governance kontemporer tidak lagi bersifat statis, dalam arti formulasi, implementasi, pengawasan serta pemaksaan tatanan-tatanan sosial tidak lagi berlangsung dalam kerangka negara atau hubungan antar-negara.
Apakah atau sejauh mana pergeseran menjauhi statisme ini berarti ‘the end of state’ masih merupakan obyek perdebatan yang sangat serius. Dalam konsep global governance, pemerintah nasional masih memainkan peran penting dan tak terpisahkan. Tetapi, organisasi governance dipahami tidak lagi berlangsung dalam kerangka ruang sosial yang bernama teritorialitas dan institusi politik yang diorganisir dalam kerangka tersebut, yakni negara. Global governance kontemporer pada abad ke-21 ini merupakan governance yang berlangsung di berbagai lapisan, bersifat cross cutting dan menyebar (diffused). Tidak seperti dalam era statisme, global governance kontemporer tidak didominasi oleh satu tingkat saja, yakni negara, melainkan berlangsung pada berbagai tingkat yang berbeda baik lokal, provinsi, nasional, regional atau global. Masing-masing tingkat tersebut
Dalam organisasi global governance yang statis, semua mekanisme regulasi baik global, regional, ataupun lokal tunduk sepenuhnya di bawah dominasi pemerintah nasional. Mekanisme -mekanisme tersebut bukanlah mekanisme-mekanisme yang otonom, melainkan mekanisme-mekanisme yang selalu mengacu pada organisasi politik yang didasarkan pada teritorial, yakni negara.
Apa implikasi dari perkembangan global governance kontemporer ini bagi negara sebagai aktor utama dalam sistem global governance yang statis? Tidak dapat dipungkiri, pengaruh perkembangan global governance yang non statis sangat berbeda perdasarkan posisi negara dalam organisasi governance yang statis.
Learning Organization / Organisasi Belajar
Munculnya pesaing-pesaing baru dalam ekonomi global menuntut adanya perluasan seperangkat ketrampilan yang “hard” (teknologi) dan “soft” (interpersonal dan komunikasi) secara seimbang. Ketrampilan yang diidentifikasikan oleh beberapa pengarang manajemen, meliputi manajemen informasi, sumber-sumber daya, hubungan dengan manusia, dan “self-management”. Titik awal, sudah tentu adalah ketrampilan dasar : membaca, menulis, berhitung, dan, yang paling penting adalah “kemampuan untuk terus-menerus belajar sepanjang hidup” (ability to learn continuously throughout life). Sebagai tambahan, pekerja “global” memerlukan fleksibilitas, kemampuan memecahkan masalah dan mengambil keputusan, mampu beradaptasi, berpikir kreatif, motivasi-diri, dan memiliki kapasitas refleksi.
Belajar
Pada tingkat individual : memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan ketrampilan.
Pada tingkat organisasi : mengubah persepsi, visi, strategi, dan mengalihkan pengetahuan
Pada tingkat individual dan organisasi : penemuan dan pembaharuan – penciptaan, penjajagan pengetahuan baru, pemahaman gagasan-gagasan baru.
Organisasi belajar dapat dipandang sebagai tanggapan atas makin mening- katnya dinamika dan “unpredictable”-nya lingkungan bisnis. Ada beberapa penulis yang mengemukakan definisi :
“ Inti organisasi belajar adalah kemampuan organisasi untuk memanfaatkan kapasitas mental dari semua anggotanya guna menciptakan sejenis proses yang akan menyempurnakan organisasi ” (Nancy Dixon, 1994)[1]
“ Organisasi di mana orang-orangnya secara terus-menerus mengembangkan kapasitasnya guna menciptakan hasil yang benar-benar mereka inginkan, di mana pola-pola berpikir baru dan berkembang dipupuk, di mana aspirasi kelompok diberi kebebasan, dan di mana orang-orang secara terus-menerus belajar mempelajari (learning to learn) sesuatu secara bersama” (Peter Senge, 1990)[2]
Di samping itu ada satu definisi yang mencoba menguraikannya secara lebih komprehensif. "Organisasi belajar adalah organisasi yang di dalamnya terdapat sistem, mekanisme, dan proses, yang digunakan secara kontinyu oleh anggota-anggotanya guna meningkatkan kapabilitas sehingga mampu mencapai sasaran pribadinya dan komunitas di mana dia berpartisipasi" (David J. Skyrme)[3]
Beberapa pokok pikiran penting yang mencirikan organisasi belajar adalah :
- Adaptif pada lingkungan eksternal
- Terus-menerus meningkatkan kapabilitas untuk berubah
- Mengembangkan kemampuan belajar secara individual dan kolektif
Menggunakan hasil belajar untuk mencapai hasil yang lebih baik.
Loading...
saya senang membaca postingannya. Trims
ReplyDelete