William Greider dalam bukunya One World, Ready or Not, The Maniac Global Capitalism (1998) melontarkan tesisnya bahwa motor dibalik globalisisme adalah ” kapitalisme global ”. Sesuai dengan watak dari kapitalisme yang rakus dan tidak pernah puas, mereka beramai-ramai menguras kekayaan dunia, masuk ke kantong mereka dnegan memanfaatkan teknologi komputer, mengabaikan kesantunan hidup bersama.Memang kapitalisme global telah memberikan kenyamanan dan kemudahan namun hanya dinikmati 10 % penduduk dunia. Sementara jurang antara kaya dan miskin (istilah baru, digital devide) menjadi kian menganga. Kapitalis global ini terdiri atas spekulan uang yang jumlahnya tidak lebih dari 200.000 orang (termasuk George Soros yang paling terkenal) dan 53.000 MNC yang hanya memperkerjakan 6.000.000 orang di seluruh dunia.Juga institusi seperti IMF, World Bank, WTO. Lembaga-tersebut telah secara langsung maupun tidak langsung membantu liberalisasi ekonomi keseluruh dunia, dimana tahun 1970 an pasar dunia masih merupakan pasar tertutup. (Halwani,2005:201)
Dampak utama yang muncul akibal globalisasi ekonomi adalah bagaimana mengatur ekonomi global itu. Pasar global yang terlepas dari konteks sosialnya sulit sekali diatur sekalipun taruhlah ada kerja sama yang efektif antara pihak yang berwenang mengatur ekonomi dan kepentingan mereka sejalan. Kesulitan utama adalah bagaimana menyusun pola kebijakan nasonal dan internasional yang efektif dan terintegrasi guna menghadapi kekuatan-kekuatan pasar global. Ketergantungan sistematik antara negara dan pasar sama sekali tidak harus berarti akan tercipta secara otomatis integrasi harmonis yang memberikan manfaat pada konsumen dunia, karena pasar global benar-benar bebas dan efisien dalam membagikan sumber dan daya produksinya.
Dampak utama kedua adalah pelaku ekonomi yang banyak berperan dalam model ekonomi global ini adalah perusahaan besar MNC (multi national corporation) dan akan berubah menjadi TNC (trans national corporation). TNC bercirikan murni modal yang bebas mengalir kemana saja (footloose investment) juga industri yang gampang pindah lokasi (footloose industry) tanpa kedudukan nasional, dengan pengelolaan manajemen internasional, dan bersedia beroperasi dimana saja untuk mencari laba sebesar-besarnya. Di sektor keuangan hal ini dapat dicapai dengan mudah, cukup dengan menekan tombol komputer maka lalu lintas modal akan berpindah ke belahan dunia manapun tanpa terpengaruh campur tangan kebijakan moneter nasional sedikitpun.
Dalam perusahaan yang bergerak di sektor industri primer, TNC akan mencari sumber daya alam, memproduksi dan memasarkan barang di tingkat dunia sejauh strategi dan peluang menguntungkannya. TNC tidak lagi berbasis di satu negara saja (seperti halnya MNC) akan tetapi melayani seluruh penjuru dunia. TNC juga tidak dapat dihambat dan dikendalikan oleh kebijakan negara manapun kecuali oleh kepentingannya sendiri (maksimalisasi laba). TNC memang merupakan wujud ekonomi global murni.
Namun demikian, bila kita melihat fenomena perilaku perusahaan Jepang yang enggan menempatkan fungsi penelitian dan pengembangan atau proses produksi suku cadang bernilai tinggi di pabrik cabang di negara asing, maka kecenderungan dalam masa depan yang tidak terlalu jauh, yang terlihat adalah perusahaan nasional dengan operasi internasional (MNC) ketimbang TNC.
Dampak ketiga adalah melemahnya posisi tawar politik dan ekonomi serikat buruh. Pasar global dan TNC cenderung disertai pasar tenaga kerja dunia yang terbuka pula. Namun operasi pasar tenaga kerja dunia bukan dalam bentuk lalu lintas tenaga kerjadari satu negara ke negara lain, tetapi dalam bentuk arus modal yang bergerak memilih lokasi-lokasi yangh terbaik dari sisi upah buruh dan pasokan tenaga kerja.
Kecenderungan modal bergerak dengan bebas dari satu negara ke negara lain (footloose investment), sementara angkatan kerja tetap berada di negara masing-masing, akan menguntungkan negara maju yang memiliki angkatan kerja paling siap meskipun biaya overhead dan jaminan sosial tinggi dilihat dari kompetensi keterampilan dan motivasi kerja.
Dampak globalisasi yang terakhir dan tidak dapat terelakan adalah bahwa dalam sistem politik internasional muncul pusat-pusat kekuatan baru. Negara yang selama ini memegang kekuasaan hegemoni di dunia tidak dapat lagi memaksakan tujuan kebijakannya sendiri, baik di dalam wilayahnya maupun di tempat lain,sementara lembaga lain (swasta maupun pemerintah) yang selama ini lemah sekarang akan lebih kuat.
Benarkah janji-janji tersebut ? Bagi sebagian negara sedang berkembang janji-janji di atas tidak lain adalah mitos belaka. Hal ini terlihat dengan fakta sebagai berikut.
IMF dan World Bank selalu berusaha meyakinkan bahwa liberalisasi dan globalisasi akan memicu pertumbuhan. Padahal belum ada teori maupun bukti bahwa liberalisasi pasar betul-betul dapat memacu pertumbuhan (Stiglitz,2001) Pasar bebas justru membuat pasar domestik tidak efisien jika ada pihak-pihak melakukan monopoli. Masuknya produk asing justru mendesak dan mematikan produk dalam negeri sehingga bukannya pertumbuhan yang timbul tapi justru penggangguran terutama di sektor industri dan pertanian.
Bahwa globalisasi akan membantu negara-negara sedang berkembang meningkatkatkan ekspor dan menyediakan barang dan jasa dengan harga murah. Hal ini juga cuma janji kosong, karena pada kenyataannya negara sedang berkembang justru berhadapan dengan produk dari negara maju yang lebih berkualitas dan harga yang lebih murah. Sedangkan produk negara sedang berkembang sulit masuk ke pasar negara maju karena dihambat dengan berbagai cara.
Globalisasi akan menciptakan lapangan kerja. Hal ini memang tujuan utama didirikannya IMF ; Bank Dunia GATT seperti disarankan oleh JM Keynes, yakni untuk mengatasi kegagalan pasar dan mendorong peran pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja. Fakta di lapangan ternyata berbicara lain, justru munculnya TNCs di negara berkembang menimbulkan pengangguran karena biasanya bisnisnya bersifat capital intensive dan high technology. Menurut Susan George, 200 TNCs terbesar menguasai 25 % kekayaan dunia, tapi tidak banyak menyerap tenaga kerja. Sedangkan 6000 TNCs yang menguasai sepertiga perdagangan dunia hanya mampu menyerap kurang dari 1 % tenaga kerja dunia.
Globalisasi juga dikatakan akan mengurangi eksploitasi terhadap tenaga kerja perempuan dan anak-anak. Dalam prakteknya malah menunjukkan telah terjadi “feminisasi” tenaga kerja, yakni dominannya tenaga kerja perempuan disektor industri dengan upah yang rendah. Bahkan sebagian migran perempuan dari desa-desa itu terjebak trafficking (perdagangan perempuan antar negara).
Dampak utama yang muncul akibal globalisasi ekonomi adalah bagaimana mengatur ekonomi global itu. Pasar global yang terlepas dari konteks sosialnya sulit sekali diatur sekalipun taruhlah ada kerja sama yang efektif antara pihak yang berwenang mengatur ekonomi dan kepentingan mereka sejalan. Kesulitan utama adalah bagaimana menyusun pola kebijakan nasonal dan internasional yang efektif dan terintegrasi guna menghadapi kekuatan-kekuatan pasar global. Ketergantungan sistematik antara negara dan pasar sama sekali tidak harus berarti akan tercipta secara otomatis integrasi harmonis yang memberikan manfaat pada konsumen dunia, karena pasar global benar-benar bebas dan efisien dalam membagikan sumber dan daya produksinya.
Dampak utama kedua adalah pelaku ekonomi yang banyak berperan dalam model ekonomi global ini adalah perusahaan besar MNC (multi national corporation) dan akan berubah menjadi TNC (trans national corporation). TNC bercirikan murni modal yang bebas mengalir kemana saja (footloose investment) juga industri yang gampang pindah lokasi (footloose industry) tanpa kedudukan nasional, dengan pengelolaan manajemen internasional, dan bersedia beroperasi dimana saja untuk mencari laba sebesar-besarnya. Di sektor keuangan hal ini dapat dicapai dengan mudah, cukup dengan menekan tombol komputer maka lalu lintas modal akan berpindah ke belahan dunia manapun tanpa terpengaruh campur tangan kebijakan moneter nasional sedikitpun.
Dalam perusahaan yang bergerak di sektor industri primer, TNC akan mencari sumber daya alam, memproduksi dan memasarkan barang di tingkat dunia sejauh strategi dan peluang menguntungkannya. TNC tidak lagi berbasis di satu negara saja (seperti halnya MNC) akan tetapi melayani seluruh penjuru dunia. TNC juga tidak dapat dihambat dan dikendalikan oleh kebijakan negara manapun kecuali oleh kepentingannya sendiri (maksimalisasi laba). TNC memang merupakan wujud ekonomi global murni.
Namun demikian, bila kita melihat fenomena perilaku perusahaan Jepang yang enggan menempatkan fungsi penelitian dan pengembangan atau proses produksi suku cadang bernilai tinggi di pabrik cabang di negara asing, maka kecenderungan dalam masa depan yang tidak terlalu jauh, yang terlihat adalah perusahaan nasional dengan operasi internasional (MNC) ketimbang TNC.
Dampak ketiga adalah melemahnya posisi tawar politik dan ekonomi serikat buruh. Pasar global dan TNC cenderung disertai pasar tenaga kerja dunia yang terbuka pula. Namun operasi pasar tenaga kerja dunia bukan dalam bentuk lalu lintas tenaga kerjadari satu negara ke negara lain, tetapi dalam bentuk arus modal yang bergerak memilih lokasi-lokasi yangh terbaik dari sisi upah buruh dan pasokan tenaga kerja.
Kecenderungan modal bergerak dengan bebas dari satu negara ke negara lain (footloose investment), sementara angkatan kerja tetap berada di negara masing-masing, akan menguntungkan negara maju yang memiliki angkatan kerja paling siap meskipun biaya overhead dan jaminan sosial tinggi dilihat dari kompetensi keterampilan dan motivasi kerja.
Dampak globalisasi yang terakhir dan tidak dapat terelakan adalah bahwa dalam sistem politik internasional muncul pusat-pusat kekuatan baru. Negara yang selama ini memegang kekuasaan hegemoni di dunia tidak dapat lagi memaksakan tujuan kebijakannya sendiri, baik di dalam wilayahnya maupun di tempat lain,sementara lembaga lain (swasta maupun pemerintah) yang selama ini lemah sekarang akan lebih kuat.
Grey https://woof.tube/stream/iRvc4RR2x1PBerbagai lembaga, dari lembaga sukarela internasional hingga perusahaan TNC, menikmati kekuasaan yang lebih besar sementara wibawa pemerintah nasional makin turun. Lembaga-lembaga ini dengan menggunakan pasar global dan media global, memperoleh legitimasi dari konsumen dan warga lintas batas.
Janji janji Globalisasi
Dampak positif yang dijanjikan globalisasi sangat banyak (Deliarnov, 2006 : 203). Selain menjanjikan memperlancar arus tranportasi dan informnasi; memberikan akses dan alih pengetahuan; memperpanjang usia harapan hidup; melayani masyarakat lebih baik lagi; meningkatkan pertumbuhan ekonomi; meningkatkan ekspor; membuat harga lebih murah; meningkatkan standard hidup; mengurangi kemiskinan; mengurangi ekploitasi terhadap tenaga kerja wanita dan anak-anak. Selain daftar kehebatan di atas, globalisasi juga dipandang sebagai salah satu pendorong lahirnya lembaga atau badan yang memberikan banyak bantuan modal (World Bank dan IMF), lembaga yang merupakan wadah pasar bebas (WTO), institusi intergovernmental untuk bantuan perdamaian (PBB); perburuhan (ILO); pendidikan (UNICEF); kesehatan (WHO) dan juga lembaga bantuan sosialm (Palang Merah Internasional)Benarkah janji-janji tersebut ? Bagi sebagian negara sedang berkembang janji-janji di atas tidak lain adalah mitos belaka. Hal ini terlihat dengan fakta sebagai berikut.
IMF dan World Bank selalu berusaha meyakinkan bahwa liberalisasi dan globalisasi akan memicu pertumbuhan. Padahal belum ada teori maupun bukti bahwa liberalisasi pasar betul-betul dapat memacu pertumbuhan (Stiglitz,2001) Pasar bebas justru membuat pasar domestik tidak efisien jika ada pihak-pihak melakukan monopoli. Masuknya produk asing justru mendesak dan mematikan produk dalam negeri sehingga bukannya pertumbuhan yang timbul tapi justru penggangguran terutama di sektor industri dan pertanian.
Bahwa globalisasi akan membantu negara-negara sedang berkembang meningkatkatkan ekspor dan menyediakan barang dan jasa dengan harga murah. Hal ini juga cuma janji kosong, karena pada kenyataannya negara sedang berkembang justru berhadapan dengan produk dari negara maju yang lebih berkualitas dan harga yang lebih murah. Sedangkan produk negara sedang berkembang sulit masuk ke pasar negara maju karena dihambat dengan berbagai cara.
Globalisasi akan menciptakan lapangan kerja. Hal ini memang tujuan utama didirikannya IMF ; Bank Dunia GATT seperti disarankan oleh JM Keynes, yakni untuk mengatasi kegagalan pasar dan mendorong peran pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja. Fakta di lapangan ternyata berbicara lain, justru munculnya TNCs di negara berkembang menimbulkan pengangguran karena biasanya bisnisnya bersifat capital intensive dan high technology. Menurut Susan George, 200 TNCs terbesar menguasai 25 % kekayaan dunia, tapi tidak banyak menyerap tenaga kerja. Sedangkan 6000 TNCs yang menguasai sepertiga perdagangan dunia hanya mampu menyerap kurang dari 1 % tenaga kerja dunia.
Globalisasi juga dikatakan akan mengurangi eksploitasi terhadap tenaga kerja perempuan dan anak-anak. Dalam prakteknya malah menunjukkan telah terjadi “feminisasi” tenaga kerja, yakni dominannya tenaga kerja perempuan disektor industri dengan upah yang rendah. Bahkan sebagian migran perempuan dari desa-desa itu terjebak trafficking (perdagangan perempuan antar negara).
Loading...
No comments:
Post a Comment